Wednesday, February 27, 2013

Kisah Buruk Solo Traveling Ini Jangan Terjadi Pada Anda


Jakarta - Saat melakukan perjalanan sendirian, tak jarang traveler mengalami kejadian buruk. Penipuan, kriminalitas, dan beberapa kejadian lain dialami sendiri oleh beberapa traveler ini. Kenali jenisnya, jangan sampai terjadi pada Anda!

Menjadi seorang solo traveler pasti membawa segudang cerita. Traveling seorang diri, kejadian-kejadian yang dialami pun berbeda dengan traveler yang pergi beramai-ramai. Tidak kriminalitas menjadi poin utama dan yang terpenting bagi traveler solo, terlebih kalau dia adalah seorang perempuan.

detikTravel pada Rabu (27/2/2013) menghimpun email dari beberapa traveler solo yang pernah 'apes' saat perjalanan. Dikuntit atau diikuti dari belakang adalah yang paling banyak terjadi pada seorang solo traveler.

Farchan Noor Rachman misalnya, sudah melakukan traveling solo sejak duduk di bangku 1 SMP. Bisa dibilang, Farchan sudah terbiasa dengan traveling seorang diri. "Sampai sekarang rata-rata selalu traveling sendiri agar tidak terlalu merepotkan," katanya.

Tapi kejadian apes juga pernah menimpanya. Farchan bercerita, waktu perjalanan bermotornya dari Purwokerto ke Ciamis, dia hampir kehabisan bensin di kawasan Lumbir. Itu adalah kawasan hutan dan perkebunan yang rapat. Saat itu, ia merasa tidak mungkin melanjutkan perjalanan.

"Bayangkan saja habis bensin di tengah hutan! Untungnya saya menemukan Polsek dan menumpang menginap semalam," tambahnya.

Agaknya Farchan lebih beruntung dibanding Arzia Tivany Wargadiredja. Traveler yang biasa dipanggil Zia ini traveling solo keliling China selama 1 bulan. Melintasi wilayah-wilayah terpencil dan daerah rural. Tapi siapa sangka, kejadian menyeramkan datang saat ia sedang berada di tengah-tengah keramaian Hong Kong.

"Di daerah Kwai Fong, sekitar pukul 04.30 pagi, yang ada cuma orang-orang mabuk. Waktu itu aku nyari Sevel karena mau beli minum. Di jalan ketemu 2 bule mabuk yang teriak-teriakin aku sambil ketawa, nunjuk-nunjuk. Serem bener pokoknya, hampir aja aku diikutin," kisahnya.

Traveling sendirian berarti tak ada yang memerhatikan ketika Anda sakit. Jeri Kusuma adalah salah satu traveler yang pernah mengalami ini. Padahal, ia termasuk sering melakukan perjalanan seorang diri. "1-2 Kali sebulan untuk jarak pendek. Jarak jauh 3-4 kali setahun," tuturnya.

Perjalanan terjauh Jeri adalah pulau paling barat di Indonesia, Weh, akhir tahun 2012. Baginya yang sering traveling solo, pengalaman paling tidak mengenakkan adalah saat sakit dan demam namun tidak ada orang yang bisa dimintai bantuan.

"Setidaknya (orang yang) membelikan obat penurun panas. Ke apotik sendirian, mengompres kepala sendiri dengan t-shirt," tutur Jeri.

Selain Jeri, ada pula Debs yang pernah mengalami sakit di perjalanan akibat menginap di hostel murah yang kurang terjamin kebersihannya. Kejadian ini dialami Debs saat perjalanan menuju Kamboja dan Laos dari Singapura, akhir tahun 2007. Malam pertama di Singapura, ia menginap di hostel murah di kawasan Bugis.

"Hostel ini bisa dibilang kebersihannya sangat kurang. Tipe kamarnya seperti kamar rumah sakit atau dormitori, jadi ada kira-kira 10 tempat tidur susun di ruangan paling atas. Ruangan ini tanpa pintu dengan sewa per malamnya sangat murah," kisahnya.

Hari ketiga, Debs merasa tak enak badan. Ia pun pindah hostel dan menginap di rumah sahabatnya selama beberapa hari. Setelah merasa agak sehat, Debs pulang ke Indonesia.

"Hari itu juga saya meninggalkan Singapura dan sampai di Batam sekitar jam 7 malam. Saya langsung ke dokter, ternyata saya terkena demam berdarah dengan stadium darurat. Saya langsung dirujuk ke ICU dan harus rawat inap selama dua hari," lanjutnya.

Rencana menghabiskan tahun baru dengan backpacking akhirnya batal karena sakit parah, dan harus bedrest sampai 2 Januari 2008. "Sejak kejadian ini, prinsip saya, kalau untuk penginapan harus pilih yang benar-benar bersih sekalipun beda harga sedikit. Dari pada berniat irit tetapi kalau 'kurang beruntung' malah biaya keluar lebih banyak," tuturnya.

Kisah tidak mengenakkan seputar dormitori juga dialami Nurul Huda. Traveler yang biasa dipanggil Uun ini pergi sendirian ke Australia pada Maret 2012. Di Melbourne, ia menginap di sebuah female dorm karena tak ada teman untuk booking private room.

"Eh malangnya, saya dapat teman sekamar yang joroknya kebangetan. Kamar berantakan gak karuan. Saya aja nggak berani letakin barang-barang di meja yang penuh dan acakadut," katanya.

Kisah paling naas mungkin dialami oleh traveler bernama Lintang Indah Juwita. Ia traveling sendirian dari Britania Raya ke Turki, November 2012. Lintang ditipu oleh travel agent lokal saat ingin mengikuti tur Hot Air Balloon di Cappadoccia.

"Sampai di Turki, saya ke hostel dan langsung tanya di mana bisa beli tiket travel ke Cappadoccia dan hot air balloon-nya. Dibawalah saya ke salah satu travel agent. Fix-lah saya ke Cappadoccia berangkat pukul 18.20 dari Istanbul, membayar 140 Euro," tuturnya.

Saat itu, Lintang bercerita, ia berpikir 140 Euro adalah harga standar untuk tur tersebut. Setelah keluar kantor travel agent, Lintang berkeliling Istanbul bersama room mate-nya. Temannya pun kaget bukan kepalang saat mengetahui Lintang membayar 140 Euro untuk tur ke Cappadoccia.

"Dia bilang, itu mahalnya luar biasa. Dengan harga segitu saya bisa naik pesawat terbang dari Istanbul ke Cappadoccia, bukannya naik bus 11 jam," kisahnya.

Kebetulan, room mate-nya punya pacar asli orang Turki. Dia pun mengatakan kalau Lintang ditipu mentah-mentah. Masalahnya, Lintang tak bisa meminta uangnya balik dan membatalkan perjalanan karena menggunakan kartu kredit. Warga asli Turki itu pun bilang, harga 140 Euro bisa untuk trip selama minimal 1 minggu termasuk naik hot air balloon. Sedangkan Lintang, membayar 140 Euro untuk pergi-pulang di hari yang sama!

"Hari itu juga saya kembali ke travel agent dan minta kejelasan itinerary. And guess what, saya cuma mengunjungi tempat-tempat wisata yang ada di sekitar Cappadoccia tanpa hot air balloon karena terlalu siang saat tiba di sana, sekitar pukul 07.00-08.00," lanjutnya.

Perasaan Lintang saat itu? Kesal setengah mati. "Pada akhirnya saya cuma bisa pasrah karena uang tidak bisa kembali. Diskon pun tidak dapat. Hot air balloon juga tidak sempat. Yang jadi pelajaran berharga, harusnya saya tidak langsung percaya dengan apa yang ditawarkan travel agent. Harus cari informasi sebanyak-banyaknya sebelum pergi," tutupnya.

0 komentar:

Post a Comment